PHK Melonjak 32 Persen di Tahun Pertama Prabowo, Kemnaker Ungkap Penyebabnya!
- account_circle Dheza
- calendar_month Rab, 23 Jul 2025
- comment 0 komentar

Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tahun pertama kerja Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Canva)
Bogorplus.id – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tengah menjadi sorotan di Indonesia di tahun pertama kerja Presiden Prabowo Subianto.
Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 42.385 orang.
Angka ini melonjak tajam sekitar 32,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat hanya 32.064 pekerja.
Lonjakan angka PHK justru memunculkan kekhawatiran akan rapuhnya kondisi industri nasional di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu.
Padahal, salah satu agenda utama pemerintahan Prabowo sendiri adalah stabilitas ekonomi, serta penciptaan lapangan kerja baru.
Jawa Tengah Jadi Provinsi Paling Terdampak
Berdasarkan data Tenaga Kerja Ter-PHK dari Satudata Kemnaker, persebaran kasus PHK menunjukkan titik merah pada sentra-sentra industri besar.
Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka tertinggi, yakni mencapai 10.995 pekerja.
Disusul oleh Jawa Barat dengan 9.494 pekerja, serta Banten dengan 4.267 pekerja yang kehilangan mata pencaharian.
Data ini menggambarkan sektor industri di Pulau Jawa yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional sedang berada di bawah tekanan besar.
Ribuan keluarga kini berada dalam ancaman kehilangan pendapatan tetap, yang berpotensi memicu dampak sosial, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan penurunan daya beli masyarakat.
Kemnaker Ungkap Penyebab Lonjakan PHK
Menanggapi kondisi ini, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut bahwa faktor penyebab PHK sangat beragam.
Mulai dari lesunya pasar global, otomatisasi, perubahan model bisnis, hingga persoalan internal perusahaan.
“PHK itu sendiri penyebabnya macam-macam. Ada PHK karena pasar industri sedang turun, ada juga karena perusahaan mengubah model bisnis, dan ada pula yang berkaitan dengan persoalan internal serta hubungan industrial,” kata Yassierli.
Selain itu, perkembangan teknologi dan otomatisasi di beberapa sektor industri juga mendorong efisiensi besar-besaran, sehingga kebutuhan tenaga kerja manual semakin berkurang.
Melihat tren peningkatan tersebut, kekhawatiran besar muncul bahwa jumlah korban PHK akan terus bertambah hingga akhir 2025.
Yassierli menegaskan, Kemnaker kini tengah menyusun laporan terperinci, mencakup data per provinsi hingga sektor industri yang paling terdampak.
“Kami berupaya mencari solusi bersama para pelaku industri untuk menekan angka PHK. Namun, dinamika pasar global dan faktor efisiensi di dalam negeri menjadi tantangan besar,” jelas dia.
- Penulis: Dheza