Warga Bogor Masih Resah, Meski Wali Kota Klaim Pasar Gembrong Bebas Beras Oplosan
- account_circle Sandi
- calendar_month Sel, 29 Jul 2025
- comment 0 komentar

Pedagang beras di Pasar Gembrong, Kota Bogor. Foto :bogorplus.id
bogorplus.id- Meski Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim menegaskan bahwa Pasar Gembrong Sukasari bebas dari beras oplosan.
Namun kekhawatiran warga dan pedagang tetap mengemuka. Banyak yang berharap isu ini segera tuntas agar tak merugikan konsumen maupun penjual.
Ia menyampaikan, usai inspeksi mendadak bersama Satgas Pangan Polresta Bogor Kota pada Senin (28/7) lalu.
“Di sini (Pasar Gembrong) tidak ada (beras oplosan), jadi masih aman,” tegas Dedie.
Salah satu pedagang beras, Isam (49) mengatakan, isu beras oplosan yang sempat mencuat itu berdampak langsung terhadap penjualan.
“Omzet rada menurun, ada aja yang nanya soal beras oplosan,” ujarnya saat ditemui, Selasa (29/7).
Isam memastikan, seluruh beras yang ia jual bukan hasil oplosan. Ia mengaku cukup kesulitan meyakinkan pembeli yang mulai ragu dan lebih selektif.
“Kita jelasin aja, di sini mah enggak jual oplosan. Semua beras murni, enggak dicampur-campur,” jelasnya.
Ia berharap isu ini segera reda dan tak lagi memunculkan kekhawatiran yang mengganggu kenyamanan berdagang maupun berbelanja.
Di sisi lain, masyarakat seperti Irma Pratiwi (24) mengaku masih merasa waswas. Ia menilai sulit membedakan mana beras murni dan mana yang telah dicampur.
“Khawatir sih, apalagi kalau udah dimakan anak kecil. Kita enggak bisa bedain mana yang asli sama yang dioplos,” ucapnya.
Sebagai langkah antisipasi, Irma biasanya mengecek harga dan menanyakan asal pasokan beras ke penjual.
“Paling lihat dari harga dan tanya berasnya dari mana. Supaya kita juga waspada sebagai pembeli,” ujarnya.
Senada dengan itu, Maya (53), warga lainnya, mengaku bersyukur jika memang tidak ada beras oplosan di pasar. Namun ia tetap memilih untuk waspada.
Maya berharap Pemerintah Kota Bogor terus mengontrol peredaran beras agar kualitas dan harga tetap stabil.
“Semoga enggak ada lagi oplos-oplosan, harga juga jangan naik terus. Saya mah orang kecil, cuma bisa berharap,” ucapnya.
Diketahui, isu beras oplosan mencuat setelah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri mengungkap dugaan praktik kecurangan oleh empat produsen besar, seperti Wilmar Group dan Japfa Group.
Mereka diduga mencampur beras biasa dan menjualnya dengan label premium, bahkan tak sesuai berat dalam kemasan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun menyebut praktik ini sangat merugikan masyarakat.
“Ada yang labelnya 5 kilogram, tapi isinya cuma 4,5. Itu seperti jual emas 18 karat tapi ditulis 24 karat. Ini penipuan, merugikan rakyat,” tegas Andi, Sabtu (12/7).
Ia mencatat, akibat selisih harga Rp 1.000 – Rp 2.000 per kilogram, potensi kerugian nasional akibat praktik ini bisa mencapai Rp 99,35 triliun per tahun.
Dengan maraknya temuan ini, masyarakat berharap ada tindakan tegas, bukan hanya pernyataan.
Warga dan pedagang meminta kepastian dari pemerintah, bukan sekadar janji, agar dapur rumah tangga tetap aman dari praktik nakal para pelaku usaha.
- Penulis: Sandi