Walhi Jawa Barat Soroti Pelepasan Hutan Lindung untuk Revitalisasi Tambak di Pesisir Jabar
- account_circle Sandi
- calendar_month Jum, 25 Jul 2025
- comment 0 komentar

Walhi Jawa Barat Soroti Pelepasan Hutan Lindung untuk Revitalisasi Tambak di Pesisir Jabar. Foto :Walhi
bogorplus.id- Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang memicu kontroversi besar di kalangan lingkungan hidup dan masyarakat pesisir.
Keputusan Menteri Kehutanan No. 274/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2025 tentang Penetapan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHPK).
Surat itu berisikan pelepasan lebih dari 20.000 hektare kawasan hutan di pesisir utara Jawa Barat.
Sebagian besar dari kawasan itu adalah hutan lindung yang selama ini berperan vital dalam menjaga ekosistem pesisir dan mitigasi perubahan iklim.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Barat, Siti Hanna Alaydrus mengatakan, bahwa kebijakan tersebut berpotensi merusak ekosistem dan memperburuk kerusakan akibat perubahan iklim.
“Proyek ini bukan revitalisasi, tapi ekspansi industri yang merusak. Alih-alih memperbaiki tambak rakyat yang rusak, pemerintah justru membuka hutan lindung baru untuk industri budidaya intensif,”ujarnya, Jumat (25/7).
Dalam kebijakan ini, 16.078 hektare hutan lindung akan diubah menjadi tambak untuk program revitalisasi tambak yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kawasan yang terdampak mencakup beberapa daerah di Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu, dan Bekasi.
“Keputusan ini jelas bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan menjaga keragaman hayati,”tegasnya.
Hutan lindung yang dilepaskan memiliki peran penting dalam menyerap karbon dan menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.
Tanpa perlindungan, kawasan ini rawan terhadap kerusakan ekologis yang lebih besar, seperti intrusi air laut ke lahan pertanian, peningkatan kekeringan, dan banjir musiman yang semakin sering terjadi.
Menurut Hanna, proyek ini tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga kehidupan masyarakat pesisir, terutama petambak kecil dan nelayan lokal.
Perubahan besar pada bentang alam pesisir dapat menyebabkan penggusuran masyarakat, menghilangkan akses mereka ke ruang hidup, dan meningkatkan ketimpangan dalam penguasaan lahan.
“Kami khawatir, proyek ini justru membuka peluang monopoli lahan oleh korporasi besar,”ucapnya.
Pelepasan hutan lindung ini juga dianggap sebagai ancaman terhadap hak konstitusional masyarakat akan lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.
“Kami meminta agar pemerintah segera mencabut SK 274/2025 dan menghentikan seluruh rencana penghilangan kawasan mangrove lindung,”tambahnya.
Walhi Jawa Barat menyampaikan lima tuntutan utama untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan memastikan bahwa kebijakan pembangunan bersifat inklusif serta berkeadilan bagi masyarakat.
Tuntutan tersebut antara lain meminta untuk menghentikan seluruh proyek revitalisasi tambak hingga ada kajian ilmiah yang terbuka dan partisipatif, serta mengaudit status kawasan hutan lindung dan tata ruang pesisir Jawa Barat.
“Revitalisasi harus dilakukan dengan pendekatan ekologis yang melibatkan masyarakat pesisir, bukan dengan menyingkirkan mereka demi kepentingan industri,”katanya.
Sebagai alternatif, Walhi Jawa Barat mendesak pengembangan tambak rakyat berbasis ekologi, yang lebih ramah lingkungan dan mendukung keberlanjutan ekosistem pesisir.
“Revitalisasi sejati adalah keberpihakan pada ekologi, rakyat kecil, dan masa depan yang lestari,”tutupnya.
Krisis sosial-ekologis yang kini melanda pesisir Pantura Jawa Barat memerlukan perhatian serius.
Kebijakan yang lebih bijaksana dan berkeadilan sangat dibutuhkan untuk melindungi alam dan masyarakat lokal dari ancaman yang semakin mendesak.
- Penulis: Sandi