Prasasti Batutulis, Peninggalan Kerajaan Sunda yang Ditemui Pasukan VOC
- account_circle Putri Rahmatia Isnaeni
- calendar_month Jum, 19 Sep 2025
- comment 0 komentar

bogorplus.id – Prasasti Batutulis merupakan salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Sunda yang kita miliki hingga saat ini. Peninggalan sejarah ini terletak di seberang Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat yang menjadi tempat peristirahatan milik Presiden Soekarno pada zamannya.
Prasasti berasal dari Bahasa Sanskerta, biasanya berisi maklumat resmi dari raja atau pejabat tinggi kerajaan tentang penetapan daerah atau kehidupan social budayanya. Prasasti sering disebut juga dengan istilah inskripsi yang berasal dari bahasa Latin.
Prasasti merupakan salah satu peninggalan arkeologi yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda. Saat itu Pakuan-Pajajaran merupakan ibukota Kerajaan Sunda.
Prasasti Batutulis dipahat pada sebuah lempengan batu pipih berbentuk meruncing bertuliskan aksara Jawa Kuno dalam 9 baris dan berbahasa Sunda Kuna.
Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Adolf Winkler pada 25 Juni 1690. Saat itu, Prasasti Batutulis ditemukan di daerah pedalaman selatan Batavia yang saat ini dikenal dengan daerah Batutulis, Bogor, Jawa Barat.
Kapten Winkler menulis sebuah laporan mengenai penemuannya tersebut. Setelah itu, ekspedisi VOC juga turut memberikan laporan terkait penemuan prasati Batutulis.
Isi Prasati Batutulis
Seseorang dari studi epigrafi atau ilmu prasati dan sejarah kuno Indonesia di Institut Kern Rijksuneversiteit Leiden, Belanda, Hasan, mengungkapkan prasati Batutulis berisi yang terdiri dari 3 bagian.
Bagian pembuka berisikan seruan meminta perlindungan dan keselatan pada Dewa.
Lalu pada bagian alas an dan tujuan. Prasasti ini bertujuan untuk memperingati Prebu Retu yang dinobatkan sebagai raja dengan nama Prebu Guru Dewata Prana dan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Rati Dewata. Ia berjasa dalam membangun parit pertahanan di sekeliling ibukota Pakuan Pajajaran, monument peringata berupa gegunungan, membuat jalan dari batu, membuat hutan larangan dan membuat telaga yang diberi nama Telaga Warga Mahawijaya.
Pada bagian terakhir berisikan tahun candrasengkala. Namun sampai saat ini masih belum ada kesepakatan terkait penafsiran dan nilai kata-kata yang menjadi unsur angka tahunnya.
- Penulis: Putri Rahmatia Isnaeni