Pengamat Ingatkan Rudy–Jaro Cegah Krisis Legitimasi di Kabupaten Bogor
- account_circle Sandi
- calendar_month Sel, 2 Sep 2025
- comment 0 komentar

Diskusi Vinus mengenai Krisis Legitimasi. Foto : bogorplus.id
bogorplus.id- Visi Nusantara Maju (Vinus) menggelar diskusi mengenai akumulasi krisis legitimasi yang berlangsung di Kantor Vinus, Cibinong, Kabupaten Bogor, Selasa (2/9).
Pengamat politik dan kebijakan publik, Yusfitriadi, mengingatkan Bupati Bogor Rudy Susmanto dan Wakil Bupati Jaro Ade agar mewaspadai potensi krisis legitimasi di Kabupaten Bogor.
Ia mencontohkan sejumlah daerah seperti Pati, Cirebon, Makassar, hingga Tegal yang mengalami gejolak karena lemahnya legitimasi pemerintah.
Menurutnya, langkah Rudy–Jaro menggandeng Forkopimda, ulama, ormas, hingga LSM untuk meredam kericuhan sudah tepat, namun belum cukup.
“Itu baru sebatas pemadam kebakaran. Krisis legitimasi hanya bisa dicegah kalau program pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat,”ujarnya.
Yus menilai komunikasi intensif dengan warga, serta ruang aspirasi yang terbuka, menjadi kunci agar masyarakat merasa kehadiran Pemkab Bogor nyata.
“Komunikasi yang baik, tidak menyakiti hati, dan mendengar aspirasi publik sangat penting. Kalau masyarakat merasa didengar, potensi krisis bisa diredam,”ucapnya.
Yusfitriadi juga mengingatkan agar Kabupaten Bogor tidak mengulang kesalahan di tingkat pusat, seperti lemahnya penegakan hukum kasus korupsi, gagalnya pembahasan UU Perampasan Aset, hingga praktik rangkap jabatan pejabat.
Dia juga mencontohkan kebutuhan mendesak warga Bogor, antara lain jalan khusus tambang, tambahan RSUD, sekolah dan ruang kelas baru, lapangan pekerjaan, hingga akses permodalan usaha.
“Itu problem konkret yang harus segera dijawab oleh Rudy–Jaro. Kalau program kerja menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, legitimasi pemerintah otomatis akan kuat,”tuturnya.
Selain itu, Yusfitriadi menekankan pentingnya memberi ruang bagi aksi unjuk rasa sebagai bagian dari demokrasi.
Ia meminta eksekutif dan legislatif di Bogor menjaga etika politik agar tidak seperti sebagian wakil rakyat di Senayan yang kerap melontarkan pernyataan mendiskreditkan masyarakat.
“Jangan sampai keluar kalimat yang menyakiti publik, seperti ucapan ‘tolol’ dari elite politik. Itu justru merusak kepercayaan,” pungkasnya.
- Penulis: Sandi